Minggu, 14 Desember 2008

Jikalah pada akhirnya...

Jikalah derita akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dijalani dengan sepedih rasa,
Sedang ketegaran akan lebih indah dikenang nanti.

Jikalah kesedihan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa tidak dinikmati saja,
Sedang ratap tangis tak akan mengubah apa-apa.

Jikalah luka dan kecewa akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dibiarkan meracuni jiwa,
Sedang ketabahan dan kesabaran adalah lebih utama.

Jikalah kebencian dan kemarahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti diumbar sepuas jiwa,
Sedang menahan diri adalah lebih berpahala.

Jikalah kesalahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti tenggelam di dalamnya,
Sedang taubat itu lebih utama.
Jikalah harta akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti ingin dikukuhi sendiri,
Sedang kedermawanan justru akan melipat gandakannya.

Jikalah kepandaian akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti membusung dada dan membuat kerusakan di dunia,
Sedang dengannya manusia diminta memimpin dunia agar sejahtera.

Jikalah cinta akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti ingin memiliki dan selalu bersama,
Sedang memberi akan lebih banyak menuai arti.

Jikalah bahagia akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dirasakan sendiri,
Sedang berbagi akan membuatnya lebih bermakna

Jikalah hidup akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti diisi dengan kesia-siaan belaka,
Sedang begitu banyak kebaikan bisa dicipta.

Suatu hari nanti,
Saat semua telah menjadi masa lalu
Aku ingin ada di antara mereka
Yang bertelekan di atas permadani
Sambil bercengkerama dengan tetangganyaSaling bercerita tentang apa yang telah dilakukannya di masa lalu
Hingga mereka mendapat anugerah itu.

[(Duhai kawan, dulu aku miskin dan menderita, namun aku tetap berusaha senantiasa bersyukur dan bersabar. Dan ternyata, derita itu hanya sekejap saja dan cuma seujung kuku, di banding segala nikmat yang kuterima di sini)--(Wahai kawan, dulu aku membuat dosa sepenuh bumi, namun aku bertobat dan tak mengulang lagi hingga maut menghampiri. Dan ternyata, ampunan-Nya seluas alam raya, hingga sekarang aku berbahagia)]Suatu hari nantiKetika semua telah menjadi masa laluAku tak ingin ada di antara merekaYang berpeluh darah dan berkeluh kesah:Andai di masa lalu mereka adalah tanah saja.[(Duhai! harta yang dahulu kukumpulkan sepenuh raga, ilmu yang kukejar setinggi langit, kini hanyalah masa lalu yang tak berarti. Mengapa dulu tak kubuat menjadi amal jariah yang dapat menyelamatkanku kini?)—(Duhai! nestapa, kecewa, dan luka yang dulu kujalani, ternyata hanya sekejap saja dibanding sengsara yang harus kuarungi kini. Mengapa aku dulu tak sanggup bersabar meski hanya sedikit jua?)]

Berita Bahagia dari Ukhty

Senang sekali ketika mendengar ada salah satu dari teman kami di Fakultas Syariah dan Hukum telah dikhitbah oleh salah seoarang ikhwan yang sudah lama juga aku kenal. Melihat teman bahagia jadi ikut bahagia deh. Dan anehnya karena kejadian ini, yang asalnya aku tabu membicarakan masalah perkawinan dengan temen-temen, sekarang menjadi biasa aja. (kecuali kalo berbicara di kelas, karena emang jurusan aku banyak berbicara tentang rumah tangga).aneh kan? Kasus yang biasa aku jumpai, baiasanya orangnya tidak menjelaskan tujuannya dan asal muasalnya tidak sefilosofis beliau.
Karena selama proses ampe khithbah aku sering bersamanya, maka aku belajar banyak kepada beliau tentang hakekat sebuah pernikahan para aktivis dakwah. Di sana ada pemeliharaan cinta yang Maha Mencintai yang tulus, yang tidak didasarkan pada cinta dunia. Tujuan pernikahannya pun untuk menggapai cinta dari yang Maha Mencintai.
Subhanallah sungguh indah, beberapa halangan keduwian tidak menjadi kendala bagi mereka berdua untuk terus menuju ke sebuah ikatan suci untuk menggapai Ridha Allah semata. Karena beliau yakin ketika suatu pekerjaan itu diniatkan untuk Allah, insya Allah akan membantu kita.
Yups benar, kita punya Allah yang tak akan mungkin menelantarkan hambanya. Kecuali menurut Allah itu yang terbaik buat sang hamba tersebut. Dan Allah tidak akan menguji hambanya kecuali sesuai dengan kesanggupannya (2:286).
Aku memang kagum dengan ukhty yang satu ini, kagum dengan cara pandang beliau dalam menghadapi suatu permasalahan. Walaupun memang dia tetaplah seorang manusia biasa yang juga sering lupa dan salah. Alhamdulillah, pada awal-awal aku masuk ke gerbang dakwah ini aku dipertemukan dengan beliau. Dia yang mengarahkan aku bagaimana menjadi manusia yag lebih baik dan bermanfaat buat orang lain, bagaimana hakikat dakwah itu sebenarnya. Walaupun aku tidak menafikan dari saudra-saudaraku yang lain juga. Tapi beda ketika dengan beliau. Karena memang setiap orang mempunyai cara pandang tersendiri dalam melihat sesuatu.
Ukhty, terima kasih atas bimbinganmu selama ini kepada aku! Aku tak bisa membalas yang sepadan dengan apa yang telah kau berikan kepada aku. Aku hanya bisa berdo’a “jazakillah”. Karena balasan Allah lah yang lebih bagus dari pada balasan yang diberikan hambanya.
Ukhty, aku mencintaimu karena Allah. Semoga setelah menikah, engkau masih punya waktu untukku. Walaupun lebih sedikit dari dulu ketika kau sebelum menikah.

Untuk Ukhty Nunung Nur Jannah